NEWSINFO.ID, BATANGHARI – Bupati Batanghari, Muhammad Fadhil Arief berharap ruas jalan Bulian-Tembesi dibuat dua jalur atau bahu jalan dilebarkan.

Hal itu ia sampaikan pada sambutannya, usai menjamu makan siang rombongan Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia (DPR-RI) dalam kunjungan kerja (Kunker) ke Provinsi Jambi terkhusus tinjau jalan lintas Nasional yang melalui Kabupaten Batanghari tepatnya di Simpang Pal V Muara Tembesi.

Kunker DPR-RI (peninjauan infrastruktur dan transportasi), tersebut didampingi Wakil Bupati Batanghari Bakhtiar dan Wakil Gubernur Provinsi Jambi serta jajaran. Usai tinjau lokasi, rombongan kunker DPR-RI beserta jajaran istirahat makan siang dan lakukan diskusi di Serambi Rumah Dinas Bupati Batanghari.

Dalam pembukaan dialog, Bupati Batanghari, Muhammad Fadhil Arief yang memimpin jalannya acara diskusi acara fokus membahas polemik yang ditimbulkan oleh angkutan Batubara, serta kerusakan infrastruktur jalan Nasional yang melalui Kabupaten Batanghari.

Terkait hal yang dilaksanakan DPR-RI dalam kunker, serta apa yang disampaikan Fadhil. Persoalan mobilisasi angkutan batubara di jalan Muara Tembesi – Muara Bulian sudah lama menjadi perhatian Komisi V DPR RI. Bahkan, Pemerintah Daerah (Pemda) diminta berani tegas dalam menyelesaikan itu.

Seperti diungkapkan oleh Anggota DPR RI dari PAN Dapil Kalbar 1, Boyman Harun, Pemda harus duduk bersama dengan para pengusaha tambang guna membenahi Kabupaten Batanghari, baik dari segi keselamatan pengguna jalan hingga perekonomian masyarakat yang terganggu akibat macetnya jalan yang disebebkan oleh angkutan batubara.

“Berbeda dengan kita pak, pengusaha tambang mencari untuk kaya, sementara masyarakat kita mencari makan untuk hidup. Kita tidak bisa diam. Dan yang paling bahaya ini, masyarakat jangan mau diadu domba oleh perusahaan. Jangan mereka hanya mau mengeksploitasi saja. Di tempat saya itu ada juga tambang, bauksit. Tapi pengusahanya mau diajak bicara,” kata Boyman.

Tak jauh berbeda, Sumail Abdullah dari Fraksi Gerindra Dapil Jatim III, juga mengatakan, pemerintah harus mengambil sikap tegas untuk menegakkan aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, sebab keselamatan warga/masyarakat adalah hukum penting bagi pemerintah.

“Sebenarnya ini masalah penegakkan aturan saja, regulasi sudah ada, sudah tegas menyatakan. Kalau semua stakeholder yang ada tegas dan keras, saya kira tidak akan kita temui hal-hal seperti itu Pak,” sebutnya.

Lanjutnya, pemerintah kabupaten maupun provinsi dan juga aparat penegak hukum harus bahu membahu. Melihat fenomena yang sangat rumit di Batanghari untuk menegakkan aturan Zero ODOL, ia meyakini dengan political wheel yang ada pemerintah bisa mengatasinya.

“Memang kita butuh Pak pemasukan sebagai sumber penerimaan daerah dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor tambang. Namun kita sampaikan kepada pengusaha jangan hanya mengeksploitasi kawasan sini, tapi intinya kita juga harus membangun kawasan sini semakmur-makmurnya bagi masyarakat,” tambahnya.

Tanggapan serupa juga diungkapkan oleh Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Sudewo. Ia merasa prihatin dengan peristiwa yang terjadi di Bumi Serentak Bak Regam ini. Padahal tambang batubara sudah puluhan tahun berdiri di Provinsi Jambi. Menurutnya, tambang batubara di daerah lain juga banyak, tapi sikap perusahaannya tidak seperti di Jambi.

“Pertanyaan kepada Pemprov dan Pemkab, sejauh mana tambang yang berjalan ini memberi manfaat kepada Jambi? Dan Batanghari dan daerah lain yang dilintasi oleh angkutan batubara. Kalau tidak ada manfaat, wilayah Provinsi Jambi hanya dieksploitasi kekayaannya oleh pihak tertentu,” katanya.

Menurut Sudewo, pemerintah sudah ada ruang untuk menegakkan aturan, namun kenapa hal itu tidak dilakukan, jangan sampai pemerintah daerah hanya bisa sekedar mengeluh saja.

“Undang-undang ada, Per-Men ada. Kalau tidak memberikan manfaat apa-apa baik dari aspek ekonomi maupun keselamatan nyawa warganya, lebih baik tutup saja,” kata Sudewo.

“Saya sering kali mendapatkan laporan sering terjadi kecelakaan. Satu nyawa sangat berharga, apalagi banyak nyawa yang jadi korban. Lebih baik gubernur tegas, stop batubara, minta kementerian ESDM cabut izin pemilik IUP. Dalam hal ini Gubernur Jambi dituntut untuk tegas,” timpalnya.

Tamanuri, anggota DPR RI Fraksi Nasdem Dapil Lampung II menyampaikan, para pegusaha pemegang IUP tambang yang ada di Jambi ini harus memikirkan jalur alternatif pengangkutan batubara.

“Pemerintah hanya mempunyai aturan, kita ada sungai besar, kenapa tidak digunakan, bikin jalan dan pelabuhan. Kalau sungainya dangkal tinggal siapkan kapal pengeruk. Mereka harus ada modal dong, enak amat ini dunia,” tuturnya.

Melihat fenomena ini, Pemda harus bertindak tegas. Sebab pemerintah pusat selalu menganggarkan perbaikan jalan, namun hal tersebut akan menjadi sia-sia jika tidak ada ketegasan dalam menegakkan aturan terkait penggunaan jalan tersebut.

“Kalau kita biarkan saja, maka Jambi ni habis. Tiap tahun pemerintah menganggarkan perbaikan jalan, tapi habis saja. Truk mereka (angkutan BB-red) tidak boleh lebih dari 85 cm, jadi muatan hanya 3-4 ton saja, ini tidak bisa sampai 12 ton, hancur jalan,” sesalnya.

Anggota DPR RI Fraksi PAN Dapil Jambi, H Bakri mengungkapkan kekecewaannya terhadap pegusaha-pengusaha tambang yang ada di Provinsi Jambi. Kehadiran Komisi V DPR RI ke Batanghari ini ia harapkan bisa membantu masyarakat Jambi agar tidak tertindas oleh pengusaha tambang.

“Eksploitasi terus dilakukan, tapi realisasi perbaikan dari pada mitra-mitra yang ‘katanya’ mempunyai izin itu sampai hari ini belum jelas. Mudahan-mudahan kehadiran bapak-ibu ini membawa manfaat untuk kita semua. Masyarakat tidak boleh tinggal diam, kalau toh memang tidak ada asas manfaat bagi Provinsi Jambi kenapa tidak, harus di-stop perusahaannya. Tapi kalau ada asas manfaatnya, ya kita lanjutkan,” tegasnya.

Menanggapi pendapat yang disampaikan oleh beberapa Anggota Komisi V DPR RI terkait Pemerintah Kabupaten Batanghari ataupun Provinsi Jambi untuk menegakkan aturan secara tegas kepada perusahaan tambang yang nakal, Bupati Batanghari, Muhammad Fadhil Arief pun menyebutkan ada beberapa hal yang menjadi kendala pemda untuk melakukan itu.

Di hadapan Wagub Jambi dan beberapa anggota Komisi V DPR RI tersebut, ia mengaku sepakat dengan saran dan pendapat yang disampaikan oleh para anggoata dewan tersebut. Namun secara idealnya, sebagai kepada daerah ada batas kewenangan yang mereka miliki.

“Kita ketahui di Negara kita ada praktisi kewenangan. Batasan kewenangan, yang dimiliki oleh kabupaten, oleh provinsi dan pusat, yang diperbantukan di daerah. Apabila semua praktisi kewenangan bisa bergabung dalam ruang kewenangan, sehingga Negara ini menjadi utuh untuk mengatur keselamatan masyarakatnya,” paparnya.

Dikatakan Fadhil, hal tersebut juga menjadi pengingat bersama bagi pemerintah, agar lebih optimal dalam menggunakan wewenang tersebut. Sebagai Kepala Daerah Batanghari, Fadhil mengaku sepakat untuk menegakkan undang-undang yang berlaku terhadap perusahaan tambang batubara di sini. Namun, Batanghari tidak mempunyai kuasa penuh untuk menegakkan aturan tersebut karena tidak mempunyai otoritas tersebut.

“Dan mudah mudahan kita tidak saling menyalahkan, kita tahu bahwa ada yang namanya otonomi daerah. Gubernur pun sudah beberapa kali mengundangnya (pemegang IUP,red),” sambungnya.

Terkait masalah asas manfaat perusahaan tambang batubara di Batanghari, Fadhil menyebutkan, secara manfaat, banyak masyarakat Batanghari yang bekerja di perusahaan batubara.

“Kami pernah mengingatkan sopir truk batubara, agar hati-hati lewat jalan tersebut sebab banyak anak anak sekolah. Sopirnya jawab, anak-anak sekolah tu anak-anak kami pak,” tiru Fadhil.

“Jadi sebagian masyarakat juga ikut menikmati adanya perusahaan batubara, cuma kita belum menghitung statistik antara manfaat dan mudharatnya. Nanti kita hitung sama-sama pak wagub, mana besar manfaat dan mudharatnya,” sebutnya.

Menurut Fadhil, jika berbicara keselamatan, Pemda Batanghari tentulah sangat memikirkan keselamatan masyarakatnya.

“Saya sepakat dengan Pak Tamanuri, bagaimana rakyat ini selamat, jika berbicara rakyat selamat, berarti masyarakat yang berada di pinggir jalan harus selamat, pengguna jalan juga selamat. Tapi sopir juga harus selamat. Jangan nanti ujung-ujung kita menutup jalan, ada yang selamat, ada yang tidak. Tapi melepaskan jalan semena-mena kepada angkutan batubara, ada juga masyarakat jadi korban,” bebernya.

Lanjut Fadhil, jikalau memang saat ini pemerintah daerah belum punya keberanian untuk menegakkan aturan yang berlaku, guna mencegah angkutan batubara menggunakan jalan lintas nasional tersebut. Maka harus ada solusi lain yang dijalankan, salah satunya pelebaran jalan nasional Muara Tembesi – Muara Bulian.

“Kami mohon kepada kepala balai dan Kementerian PU, sebelum ada solusi terbaik, perlulah jalan ini diperbaiki, Kalaulah belum ada keberanian kita bersama untuk menegakkan undang-undang yang disampaikan oleh Pak Andi (anggota DPR RI,red) tadi,” ungkap Fadhil. (ONE).

By Redaksi